Interpretasi Kurikulum
Terdapat
berbagai interpretasi dalam mendefinikan arti ”kurikulum”. Tergantung kepada
masing-masing kepercayaan filosofi orang per orang, berikut ini adalah beberapa
interpretasi tentang kurikulum :
a.
kurikulum adalah apa yang diajarkan di
sekolah
b.
kurikulum adalah seperangkat mata
pelajaran/subjek
c.
kurikulum adalah konten
d.
kurikulum adalah program dari belajar
e.
kurikulum adalah seperangkat materi
f.
kurikulum adalah urutan pengajaran
g.
kurikulum adalah tampilan dari tujuan
h.
kurikulum adalah pengajaran
i.
kurikulum adalah segala sesuatu yang
ada dalam sekolah termasuk kegiatan ekstra kelas, bimbingan, dan hubungan antar
personal
j.
kurikulum adalah sesuatu yang diajarkan
secara langsung oleh sekolah baik di dalam maupun di luar sekolah
- kurikulum
adalah segala sesuatu yang direncanakan oleh personel sekolah
- kurikulum
adalah serangkaian pengalaman yan dijalani pebelajar di sekolah
m.
kurikulum
adalah suatu pegalaman individual pebelajar sebagai hasil dari pembelajaran di
sekolah.
2. Pengertian Kurikulum
Terdapat
delapan definisi kurikulum menurut beberapa ahli, yaitu :
- Kurikulum
adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang
dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor,
misalnya kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter
V. Good dalam Oliva, 191:6)
- Kurikulum
adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru ( Hollis L.
Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
- Kurikulum
adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat
pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor,
William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
- Kurikulum
pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan
seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan meanifestasikan pola
belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena
organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di dalamnya
program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
- Kurikulum
sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana
pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skil,
perubahan tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan
sekolah (Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
- Kurikulum
adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara sistematik yang
dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat pebelajar
meningkatkan pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and Laurel N.
Tanner dalam Oliva, 1991:7)
- Kurikulum
dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program
belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi
(Abert I. Oliver dalam Oliva, 1991:7).
- Kurikulum
mengandung konten (suject matter), pernyataan tujuan (terminal objective),
urutan konten, pre-asesmen dari entri skil yang dipersyaratkan pada siswa
ketika mulai belajar konten (Roert M. Gagne dalam Oliva, 1991:7).
Dari beberapa definisi di atas,
penulis menyimpulkan definisi kurikulum adalah sebagai berikut:
Kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang
sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi
pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program
evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan
perubahan tingkah laku.
- Beberapa
Isilah dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan
kurikulum (Curriculum development), perbaikan kurikulum (Curriculum improvement),
perencanaan kurikulum (Curriculum planning), penerapan kurikulum (curriculum
implementation), dan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation).
Pengembangan kurikulum dan perbaikan kurikulum
merupakan istilah yang mirip tetapi tidak sama . Pengembangan kurikulum
merupakan istilah yang lebih komprehensif, di dalamnya termasuk perencanaan,
penerapan, dan evaluasi dan berimplikasi pada perubahan dan perbaikan.
Sedangkan perbaikan kurikulum sering bersinonim dengan pengembangan kurikulum,
walaupun beberapa kasus perubahan dipandang sebagai hasil dari pengembangan.
Perencanaan kurikulum adalah fase pre-eliminer dari
pengembangan kurikulum. Pada saat pekerja kurikulum membuat keputusan dan
beraksi untuk menetapkan rencana yang akan dilaksanakan oleh guru dan siswa.
Jadi perencanaan merupakan fase berfikir atau fase disain.
Penerapan kurikulum adalah menterjemahkan rencana ke
dalam tindakan. Pada saat tahap
perencanaan kurikulum, terjadi pemilihan pola tertentu organisasi kurikulum
atau reorganisasi. Pola-pola tersebut diletakkan dalam tahap penerapan
kurikulum. Cara-cara penyempaian pengalaman belajar, misalnya penggunaan
tim pengajaran, diambil dari konteks perencanaan dan dibuat operasional.
Penerapan kurikulum juga mentermahkan rencana menjadi tindakan dalam kelas,
juga aturan pergantian guru dari pekerja kurikulum menjadi instruktur.
Evaluasi kurikulum merupakan fase terakhir dalam
pengembangan kurikulum di mana hasilnya diases dan keberhasilan pebelajar dan
program ditentukan. Fase ini akan dibahas lebih rinci pada langkah-langkah
pengembangan kurikulum.
- Sepuluh
Aksioma dalam Pengembangan Kurikulum
Latar belakang pengembangan kurikulum didasarkan pada sepuluh aksioma yang
sudah diyakini kebenarannya dan menjadi argumentasi dan kesimpulan. Aksioma-aksioma
tersebut adalah :
- Perubahan itu tak terelakkan dan penting karena melalui
perubahan bentuk kehidupan tumbuh dan berkembang.
- Kurikulum itu sebagai produk dari masyarakat
- Perubahan yang terjadi secara bersamaan dan ada
perubahan setelah ada kurikulum baru.
- Perubahan
kurikulum terjadi karena ada perubahan dalam masyaakat.
- Perubahan
kurikulum merupakan kerja sama semua kelompok.
- Perubahan
kurikulum merupakan proses pengambilan keputusan.
- Perubahan
kurikulum bersifat berkelanjutan dan tiad akhir.
- Perubahan
kurikulum merupakan proses yang komperehensif
- Pengembangan
kurikulum dilaksanakan secara sistematis.
- Pengembangan
kurikulum beranjak dari kurikulum yang sudah ada/kurikulum yang sudah ada.
- Pendekatan
Pengembangan Kurikulum
Ada dua pendekatan dalam pengembangan kurikulum yaitu berbasis pada
kabupaten/kota dan berbasis pada Sekolah. Pada masing-masing
pedekatan mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan-kelebihan pada
pendekatan yang berbasis pada kabupaten/kota adalah kesamaan antar sekolah
dimungkinkan sehingga memudahkan koordinasi, memudahkan pengawasan dan
pembinaan yang dilakukan oleh pengawas selaku Pembina Sekolah. Sedangkan
kelemahan-kelamahan pada pendekatan pengembangan kurikulum berbasis
kabupaten/kota adalah tidak menutup kemungkinan belum secara tepat menyentuh
perbedaan karakteristik antar Sekolah, juga sangat dimungkinkan tidak memuaskan
pelanggan. Pendekatan berbasis pada Sekolah dalam pengembangan kurikulum
memiliki kelebihan-kelebihan di antaranya kurikulum disusun sesuai
karakteristik Sekolah, dan lebih banyak memberdayakan di level Sekolah.
Sedangkan kelemahan-kelemahan pada pendekatan tersebut adalah mempersulit
pengawasan dan pembinaan oleh pengawas karena keragamannya, mempersulit mutasi
siswa karena perbedaan kurikulum antar Sekolah.
- Landasan Pengembangan Kurikulum
Terdapat tiga Landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofi,
landasan psikologi, dan landasan sosiologi. Masing-masing landasan sangat
berperan dalam langkah pengembangan kurikulum.
- Landasan Filosofi
Filsafat pada
dasarnya adalah suatu pandangan hidup yang ada pada setiap orang. Dengan kata
lain bahwa setiap orang mempunyai filsafat dalam arti pandangan hidup pada
dirinya. Berkenaan dengan pendidikan, setiap orang mempunyai pandangan tertentu
mengenai pendidikan. Berdasarkan pandangan hidup manusia itulah tujuan
kurikulum dirumuskan.
Terdapat lima aliran filsafat
pendidikan, yaitu filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme,
progresivisme, dan konstruktivime. Aliran Filsafat Perenialisme,
Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari
terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan,
filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum
Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan
dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat
pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam
praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan
secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai
kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada
beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran
landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada
filsafat rekonstruktivisme.
- Landasan Psikologi
Terdapat dua landasan psikologi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum,
yaitu psikologi belajar (psychology of learning) dan psikologi perkembangan.
Psikologi belajar digunakan sebagai landasan dalam men-screen tujuan
pembelajaran umum/standar kompetensi/SK (tentative general objective) yang
sudah dirumuskan untuk merumuskan precise education (kompetensi dasar/KD), dan
menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar yang akan dirumuskan dalam kurikulum.
Sedangkan psikologi perkembangan lebih berperan dalam pengorganisasian
pengalaman-pengalaman belajar, yaitu pada tingkat pendidikan mana atau pada
kelas berapa suatu pengalaman belajar tertentu harus diberikan karena harus
sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Pada dasarnya dua landasan
psikologi tersebut sangat diperlukan dalam pengebangan kurikulum yaitu pada
langkah merumuskan tujuan pembelajaran, menyeleksi serta mengorganisasi
pengalaman belajar.
- Landasan Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi sosiologi mempelajari bagaimana
manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana
susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu
dengan yang lain. Dengan kata
lain sosiologi berkaitan dengan aspek sosial atau masyarakat.
Sosiolologi
mempunyai empat perenan yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Empat
peranan sosiologi tersebut adalah berperan dalam proses penyesuaian nilai-nilai
dalam masyarakat, berperan dalam penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat, berperan
dalam penyediaan proses sosial, dan berperan dalam memahami keunikan individu,
masyarakat dan daerah.
Dalam merumuskan tujuan
kurikulum harus memahami tiga sumber kurikulum yaitu siswa (student),
masyarakat (society), dan konten (content). Sumber siswa lebih menekankan pada
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan siswa pada tingkat pendidikan tertentu yang
sesuai dengan perkembangan jiwa atau usianya. Sumber masyarakat lebih melihat
kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat,
sedangkan sumber konten adalah berhubungan dengan konten kurikulum yang akan
dikembangkan pada tingkat pendidikan yang sesuai. Dengan kata lain landasan
sosiologi digunakan dalam pengembangan kurikulum dalam merumuskan tujuan
pembelajaran dengan memperhatikan sumber masyarakat (society source) agar
kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
- Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum
Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu
merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective), menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar ( selection of learning experiences),
mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences),
dan mengevaluasi (evaluating).
- Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional
objective)
Terdapat tiga tahap dalam
merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang harus
diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu
siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source
of content). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau
standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi
(sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam
pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of
learning) dan psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap
terakhir adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).
- Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar ( selection of learning experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami
definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of
learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau
dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning
activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang
ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru.
Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan
psikologi belajar.
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip
tersebut adalah pertama, pengalaman belajar
yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai, kedua,
pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari
pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil, ketiga,
reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk
mengalaminya (terlibat), keempat, pengalaman belajar yang berbeda dapat
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama, dan kelima,
pengalaman belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran
(outcomes).
- Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization
of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain
kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam
pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang
mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan,
perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum
bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu
kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk
mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek
pendidikan yang akan disampaikan.
- Jenis
Pengorganisasian Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum terdiri atas
beberapa jenis, yakni: (1) Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (Subject
curriculum) yang mencakup mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject
curriculum), dan mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). (2) Kurikulum
terpadu (integrated curriculum) yang berdasarkan fungsi sosial, masalah, minat,
dan kebutuhan, berdasarkan pangalaman anak didik, dan (3) berdasarkan kurikulum
inti (core curriculum).
1)
Subject Curriculum
a)
Separate curriculum
Tujuan dari kurikulum ini untuk mempermudah anak didik mengenal hasil
kebudayaan dan pengetahuan umat manusia tanpa perlu mencari dan menemukan
kembali dari apa yang diperoleh generasi sebelumnya. Sehingga anak didik dapat
membekali diri dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki dan telah tersusun secara logis dan sistematis
tidak hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi juga untuk untuk memperoleh
cara-cara berpikir disiplin tertentu.
Keuntungan kurikulum ini, antara lain: (1) memberikan pengetahuan berupa hasil
pengalaman generasi masa lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan
pengalaman seseorang. (2) mempunyai organisasi yang mudah strukturnya. (3)
mudah dievaluasi terutama saat ujian nasional akan mempermudah penilaian. (4)
merupakan tuntutan dari perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. (5)
memperoleh respon positif karena mudah dipahami oleh guru, orangtua, dan siswa.
(6) mengandung logika sesuai dengan disiplin ilmu nya. Kelemahan kurikulum
berdasarkan mata pelajaran antara lain: terlalu fragmentasi, mengabaikan bakat
dan minat siswa, penyusunan kurikulumnya menjadi tidak efisien, dan mengabaikan
masalah sosial.
b)
Corelated curriculum
Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum mata pelajaran. Agar pengetahuan
anak tidak terlepas-lepas maka perlu diusahakan hubungan antara dua
matapelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok namun masih
mempunyai hubungan yang erat. Sebagai contoh, saat mengajarkan sejarah ada
beberapa mata pelajaran yang berkaitan seperti geografi, sosiologi, ekonomi,
antropologi, dan psikologi. Dan mata pelajaran yang digabungkan tersebut
menjadi ‘broad field’. Namun demikian tidak bisa mengenyampingkan tujuan
instruksionalnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan kompetensi dasar,
prinsip-prinsip umum yang mendasari, teori atau masalah di sekitar yang dapat
mewujudkan gabungan itu secara wajar. Dengan menggunakan kurikulum gabungan
diharapkan akan mencegah penguasaan bahan yang terlalu banyak sehingga akan
menjadi dangkal dan lepas-lepas sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan
dan tidak fungsional. Pada praktiknya kurikulum gabungan ini kurang dipahami
para guru sehingga walaupun namanya ‘broad-field’ pada hakikatnya tetap separate
subject-centered.
2)
Integrated Currikulum
Kurikulum
terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran. Integrasi
ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang
memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran
dapat difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara
mata pelajaran dapat ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih
banyak pada kerja kelompok dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan
sebagai nara sumber, memperhatikan perbedaan individual, serta melibatkan para
siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain memperoleh sejumlah pengetahuan
secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada proses belajarnya. Kurikulum
ini fleksibel, artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dengan siswa
yang lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua, dan siswa.
3)
Core Curriculum
Munculnya kurikulum inti ini adalah atas dasar pemikiran
bahwa pendidikan memberikan tekanan kepada dua aspek yang berbeda, yakni: (1)
adanya reaksi terhadap mata pelajaran teori yang bercerai-berai yang
mengakumulasi bahan dan pengetahuan. (2) Adanya perubahan konsep tentang
peranan sosial pendidikan di sekolah.
Dengan demikian, kurikulum inti memberikan tekanan pada keperluan sosial yang
berbeda terutama pada persoalan dan fungsi sosial. Sehingga konsep kurikulum
inti bersifat ‘society centered’, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1)
penekanan pada nilai-nilai sosial, (2) struktur kurikulum inti ditentukan oleh
problem sosial dan per-kehidupan sosial, (3) pelajaran umum diperuntukkan bagi
semua siswa, (4) aktivitas direncanakan oleh guru dengan siswa secara
kooperatif.
- Kriteria
Pengorganisasian Pengalaman Belajar yang Efektif
Terdapat tiga kriteria utama dalam
mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas (continuity), berurutan
(sequence), dan terpadu (integrity). Kriteria kontinuitas mengacu
pengulangan elemen kurikulum yang penting pada kelas/level yang berbeda.
Artinya pada waktu berikutnya pada kelas/level yang lebih tinggi pengetahuan
dan skil yang sama akan diajarkan dan dilatihkan kembali dengan dikembangkan
sesuai dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Kriteria
berurutan (sequence) adalah berhubungan dengan kontinuitas tetapi lebih
ditekankan kepada bagaimana urutan pengalaman belajar diorganisasi dengan tepat
pada kelas/level yang sama. Pengetahuan yang menjadi prasyarat akan disajikan
sebelum pengetahuan lain yang memerlukan pengetahuan prasyarat tersebut.
Kriteria terpadu (integrity) artinya mencakup ruang lingkup/scope
pengetahuan dan skill yang diberikan kepada siswa, apabila pengetahuan
diperoleh dari berbagai sumber, maka akan dapat saling menghubungkannya,
saat menghadapi suatu masalah.
- Elemen-elemen
yang Diorganisasi
Elemen-elemen
yang diorganisasi ada tiga yaitu konsep (concept), nilai (values), dan
ketrampilan (skill). Konsep adalah berhubungan konten pengalaman belajar
yang harus dialami siswa, nilai adalah berhubungan dengan sikap pebelajar baik
terhadap dirinya sendiri maupun sikap pebelajar kepada orang lain. Sedangkan
ketrampilan dalam hal ini adalah kemampuan menganalisis, mengumpulkan fakta dan
data, kemampuan mengorganisasi an menginterpretasi data, ketrampilan
mempresentasikan hasil karya, ketrampilan berfikir secara independen,
ketrampilan meganalisis argumen, ketrampilan berpartisipasi dalam kelompok
kerja, ketrampilan dalam kebiasaan erja yang baik, mampu mengiterpretasi
situasi, dan mampu memprediksi konsekuesi dari tujuan kegiatan.
- Prinsip-prinsip
Pengorganisasian
Terdapat dua prinsip dalam mengorganisasikan kurikulum sekolah atau pengalaman
belajar. Pengorgaisasian kurikulum harus bersifat kronologis (chronological)
dan aplikatif. Kronologis artinya pengalaman belajar harus
diorganisasi secara tahap demi tahap sesuai dengan pskologi belajar dan
psoikologi perkembangan siswa. Sedangkan aplikatif berarti pengalaman belajar
harus benar-benar dapat diterapkan kepada siswa.
- Mengevaluasi
(evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan
kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana
data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem.
Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum.
Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset
sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset.
Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan
tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi
lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres)
dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor, Alexander, dan
Lewis, dan model CIPP yang didisain oleh Phi Delta Kappa National Study
Committee on Evaluation yang diketuai Daniel L. Stufflebeam.
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen
kurikulum yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives),
program pendidikan secara keseluruhan (the program of education as a totality),
segmen khusus dari program pendidikan ( the specific segments of the education
program, pembelajaran (instructional), dan program evaluasi (evaluation
program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai konttribusi pada
komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen kelima,
program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program
itu sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi
pada proses evaluasi.
Pada model CIPP mengkombinasikan tiga
langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu penggambaran
(delineating), perolehan (obtainin), dan penyediaan (providing); tiga kelas
seting perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan neomobilisme); dan
empat tipe evaluasi (konteks, input, proses, dan produk); serta empat tipe
keputusan ( planning, structuring, implementing, dan recycling).
Evaluator kurikulum yang
dipekerjakan oleh sistem sekolah dapat berasal dari dalam maupun dari luar.
Banyak evaluasi kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka bekerja.
Dalam mengevaluasi harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu utility,
feasibility, propriety, dan accuracy.
Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan pengembangan
kurikulum. Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi mengkonotasikan
akhir suatu siklus dan awal dari siklus berikutnya. Perbaikan pada siklus
berikutnya dibuat berdasarkan hasil evaluasi siklus sebelumnya.
EmoticonEmoticon